Film & Buku Yang Sulit Dilupakan (My Recommendation)

Film & Buku Yang Sulit Dilupakan

(My Recommendation)

Aitakatta, aitakatta, aitakatta! Yes!

Aitakatta, aitakatta, aitakatta! Yes!

Denganmuuuuuu…

(ini saya yang nyanyi kenapa malah nadanya cem Kumon We Will Shine huhuhu).

 

Halo semua hehe! Saya sudah sembuh *tapi ntar kumat lagi ketidakwarasannya kekeke just kidding yach. Wah, hari ini tuh saya ada schedule buat nuntasin banyaknya ketak-ketik di laptop kekeke… supaya ada waktu luang buat ngerjain yang lain, yaaa termasuk mau nonton juga sih hahaha udah empat hari tidak memanjakan mata dengan garapan MAPPA, atau Disney kangen mereka fufufu.

Bitiway, tema yang saya bahas kali ini juga berhubungan dengan hobi saya yaitu menonton film dan membaca, lohhh. Saya akan kasih beberapa rekomen film/buku yang menurut saya sulit untuk saya skip dan lupakan, juga saya akan memberikan sedikit gambaran dari keduanya. Saya akan berikan beberapa rekomendasi film dan buku yang sudah pernah saya tamatkan. Tanpa berlama-lama lagi, time is money kekeke, here we goooooo!

 

*FILM*

When Marnie Was There

Saya menonton film garapan Studio Ghibli berjudul When Marnie Was There ini beberapa bulan yang lalu. Namun, saya begitu terpukau dengan alur kisahnya yang begitu epik serta mendalam. Kisah yang diangkat dari buku karya Joan G. Robinson, ini membuat saya harus bertanya-tanya pada awalnya. Alur yang disuguhkan membawa kita seakan dilemparkan pada dua dimensi yang bercampur begitu lembut dalam balutan film yang di sutradarai Hiromasa Yonebayashi itu.




Di awali dengan kemunculan seorang gadis muda bernama Anna dengan rambut pendek serta mata biru gelapnya. Gadis manis itu seringkali sakit, karena penyakitnya yang sering kambuh, dokternya memutuskan untuk gadis itu bisa berlibur di sebuah pedesaan dengan udara yang bersih dan sejuk. Tujuannya agar keadaan Anna kembali pulih dan membaik. Mendengar hal itu, ibu asuhnya segera menelpon paman dan bibinya yang tinggal di sebuah pedesaan untuk menerima Anna menghabiskan masa berliburnya. Anna gadis yang pendiam, selalu dipandang sebagai gadis yang baik dan manis oleh sang bibi dan pamannya.

 





(Foto Marnie seakan bernyanyi lagu"I just wanna be yours... wanna be yours")

Hingga suatu ketika, dirinya tak bisa bergaul dengan anak-anak setempat karena dirinya merasa tidak cukup baik. Gadis itu kembali menyendiri menatap rawa-rawa yang memunculkan sebuah rumah tua kosong. Rumah rawa yang membawanya bertemu dengan sosok Marnie, satu-satunya teman terbaik yang dirinya miliki. Gadis itu begitu gembira dan selalu menanti pertemuannya dengan Marnie di rawa yang menuju ke rumah rawa tersebut.



When Marnie Was There ini berbeda dengan dari film-film Studio Ghibli lainnya, yang selalu membawa petualangn fantasi pada kisahnya. Film Ghibli yang menurut saya paling tenang, sederhana, dan memiliki alur yang begitu melankolis. Dari awal menonton, alurnya begitu memikat penonton, kesan yang ditanamkan begitu melekat. Bahkan semakin dikulik, semua misteri yang tersisipkan mulai terkuak. Siapa itu Marnie? Dan apa hubungannya Anna dengan Marnie? Serta rumah rawa siapa yang selalu menjadi tempat pertemuan mereka berdua.

 

Jujur, ini rekomendasi dari saya, saya yang jarang bisa merasakan emosional, saat menonton dan tahu seluruh misteri di cerita ini, saya menabur tisu begitu banyak di hadapan saya. Menangis sesegukan membayangkan betapa pedihnya kehidupan keduanya.

 

Encanto

Salah satu film garapan Disney yaitu Encanto. Kisah keluarga ajaib bernama The Madrigals ini hidup di sebuah kota bernama Encanto yang terletak di pegunungan Kolombia. Seluruh anggota keluarga ini memiliki kemampuan spesial, terkecuali Mirabel Madrigal. Gadis berkacamata dengan rambut curly-nya itu tidak memiliki kemampuan magis, Mirabel adalah tipe gadis yang ceria dan selalu riang.




Meskipun begitu, sang nenek selalu memandangnya sebelah mata, juga saudarinya. Kendati seperti itu, Mirabel tetap menjadi sosok gadis baik hati yang selalu ingin menolong keluarganya. Hingga suatu saat, Mirabel menyadari bahwa kemampuan magis keluarganya sedang terancam. Gadis yang tidak memiliki kemampuan special itu, dengan susah payah memperbaiki dan membangun kembali ikatan yang telah lama hancur akibat keegoisan sang nenek. Mampukah keluarga The Madrigals bersatu kembali?



Saya yang selalu menjadi penonton setia film-film garapan Disney, saat menyambut Encanto sudah tersihir oleh cover mereka. Jujur saja, Disney selalu membawakan nuansa yang apik dalam cover mereka, sehingga membuat para penonton rela menunggu untuk beberapa lama sebelum perilisan. Film Encanto ini memberikan saya kesan yang cukup berkesan juga, tentang ikatan keluarga. Ikatan yang begitu mendalam dari aliran darah dan nadi yang membuat setiap orang memiliki ikatan batin satu sama lain. Tak seharusnya sesama keluarga mengasingkan salah satu pihak, hanya karena perbedaan yang mereka miliki. Justru perbedaan itulah yang akan membawa kehangatan dan semakin rekat hubungan batin setiap keluarga.

 

Maleficent

Film Disney yang dibintangi oleh Angelina Jolie ini begitu epik dan wow. Cerita sleeping beauty dan seorang peri baik hati yang menjadikan dirinya sebagai penyihir gelap yang bernama Maleficent. Maleficent awal mulanya adalah sosok peri baik hati, yang dikhianati oleh kekasih hatinya, Stefen. Stefen seorang pemuda yang telah mengkhianati Maleficent karena obsesinya ingin menjadi seorang raja. Stefen memotong sayap Maleficent saat peri itu terlelap, membawa sayapnya ke hadapan sang raja untuk mendapatkan imbalan menikahi sang putri.

 







Singkat cerita, Stefen menjadi seorang raja yang dikaruniai seorang bayi perempuan lucu bernama Aurora. Mendengar kabar bahagia itu, Maleficent yang sudah berubah menjadi penyihir jahat kembali murka. Dengan sekejap, dirinya tengah berdiri di hadapan raja dan ratu bersama putri kecil mereka. Dirinya tersenyum dan menyihir seluruh orang di dalam istana, terkecuali Stefen dan sang putri. Maleficent tersenyum sinis dan memberikan sebuah hadiah berupa kutukan untuk Aurora. Bayi kecil itu akan tumbuh bersama kutukan Maleficent, di mana setiap melihat benda tajam, gadis itu akan melukai jarinya dan tertidur selama-lamanya, hanya seseorang dengan cinta sejati yang bisa menyelamatkannya.

 


Mendengar kutukan itu, Stefen terkejut dan memohon Maleficent untuk mencabut kutukannya, namun sayangnya, hati peri baik itu telah menjadi sosok penyihir yang begitu jahat dengan dendamnya. Saya sudah menonton film Maleficent 1 dan 2, dan keduanya bisa membuat saya ikut merasakan emosional yang bergejolak. Rasa dikhianati dan ditinggalkan begitu jelas dan kuat saya rasakan, melihat acting Angelina yang memerankan penyihir legendaris di sleeping beauty.




Ada satu nilai kehidupan yang saya ambil dari film Maleficent, nyatanya cinta sejati tidak melulu berasal dari pasangan saja, justru cinta sejati sesungguhnya berasal dari seseorang yang awalnya asing dan seolah begitu membenci kehadiran kita, bahkan terlihat mengacuhkan kita. Nyatanya, itu  adalah bukti betapa cinta sejati itu nyata dan hadir di saat waktu menyembuhkan dendam dan sakit. Maleficent memiliki hati yang begitu baik dan hangat, mencintai Aurora meskipun Aurora bukan anaknya. Dirinya menyayangi gadis itu hingga dirinya tumbuh dewasa, merawatnya dengan kasih sayang meskipun masa lalu Maleficent dengan sang ayah gadis itu begitu buruk dan telah lama terkubur.

 

A Silent Voice

Ini film garapan Kyoto Animation, yang pertama kalinya saya tonton juga bikin menabur tisu terus. Sedih jujur kekeke, gimana ya menjelaskannya, ceritanya menyentuh dan damn it huh sedih bagi saya.   Seorang siswi SMA dengan keterbelakangan fisik yang dirinya miliki, gadis itu bernama Shouko Nishimiya, gadis itu tuli dan sulit untuk berbicara. Gadis itu ingin bermain dengan teman-teman sebayanya saat itu, hingga dirinya bertemu siswa bernama Shoya Ishida.


(Can you and I be friends?)


Shoya Ishida digambarkan sebagai remaja yang cuek dan senang menganggu teman-temannya. Shoya yang bertemu dengan Shouko itupun kerap menganggu gadis itu hingga melepas alat bantu pendengaran gadis itu, membuat telinganya hingga berdarah. Atas hal buruk itu, kepala sekolah memanggil semua murid-murid yang terlibat dalam kasus pembulian itu. Shoya menuduh teman-temannya juga ikut serta selalu mengganggu Shouko, tapi kepala sekolah tak mempercayai hal itu.

 

Akhirnya, semua teman sekelasnya menjauhi Shoya. Setelah lulus, Shoya harus hidup dengan rasa bersalah terhadap shouko dan malu bertemu dengan teman-temannya. Setelah tragedi itu, Shoya belajar bahasa isyarat hanya untuk bisa meminta maaf dengan tulus pada Shouko. Tak lama keduanya kembali dipertemukan, membuat keduanya terkejut bahkan Shouko terkejut mendapati Shoya mempelajari bahasa isyarat.





Film ini terfokus pada kehidupan dan rasa bersalah Shoya Ishida. Jujur, awalnya saya pikir akan menceritakan begitu banyak penderitaan Shouko, tapi nyatanya, cerita ini adalah cerita dari kehidupan Shoya. Saya menangis ketika seseorang yang dahulunya memiliki banyak teman, tersandung masalah dengan teman yang memiliki keterbatasan khusus seperti Shouko membuat Shoya bisa merasakan rasa diposisi Shouko selama ini. Menurut saya, film ini banyak memberikan nilai pelajaran. Mulai dari pertemuan Shoya dan Shouko, sejujurnya memang tingkah Shoya tidak bisa di maafkan saat menganggu Shouko dan melepas alat pendengaran gadis itu. Karena tingkahnya yang ceroboh, bocah laki-laki itu tak tahu atas perbuatannya bisa membuat telinga gadis tuli itu berdarah dan terluka.






Jujur, saya juga ikut merasakan kesedihan Shoya saat dirinya dituduh merundung dan mengganggu Shouko terus menerus. Padahal hampir seluruh teman sekelasnya ikut mengganggu gadis itu. Tapi, semuanya menuduh Shoya dan melimpahkan kesalahan itu pada bocah itu. Bocah itu bertumbuh menjadi pria dewasa dengan banyaknya penderitaan yang harus dirinya peluk. Ada satu scene dalam film ini saat Shoya bertemu kembali dengan teman-teman yang menuduhnya serta meninggalkannya. Di mana Shoya merasa mual, hal ini biasanya dampak dari seseorang yang terus menahan penderitaan, terkhianati, dan kesalahan yang dirinya pendam.

 


Ada scene yang dirinya juga tiba-tiba menangis sesegukan di tengah-tengah banyaknya orang, bahkan Shoya tidak tahu kenapa dirinya menangis. Jujur ikut nangis melihat dampak dari apa yang dirinya lakukan, sementara teman-temannya yang ikut menganggu Shouko bisa hidup dengan damai.

 

The Secret World Of Arrietty

Satu lagi garapan Studio Ghibli yang juga gak bisa di-skip, yes, The Secret World Of Arrietty, hasil adaptasi dari novel The Borrowers karya Mary Norton. Arrietty adalah seorang remaja yang berasal dari bangsa the borrowers, memiliki fisik layaknya manusia pada umumnya, hanya saja ukurannya begitu kecil bahkan tidak lebih dari 10 cm.

 


Menceritakan kehidupan Arrietty dan keluarganya yang seorang borrowers atau peminjam barang-barang yang dimiliki manusia. Biasanya barang-barang yang mereka pinjam adalah remahan roti, gula dan tisu. Arrietty dan keluarganya tinggal di bawah rumah keluarga perempuan tua bernama Sadako. Perempuan itu memiliki keponakan laki-laki bernama Sho yang selalu menghabiskan waktunya berbaring di atas ranjang tidurnya sembari membaca buku. Sho pemuda yang selalu merasa kesepian. Dan dirinya sementara waktu harus tinggal bersama bibinya untuk menunggu jadwal operasi besar karena penyakit jantungnya.



Hingga suatu ketika, saat Arrietty dan ayahnya pergi untuk meminjam tisu, tak sengaja gadis itu bertatapan langsung dengan mata Sho. Mendapati hal itu, Arrietty perlahan menutupi wajahnya di balik tisu dan memberikan aba-aba pada sang ayah. Paras rupawan Sho bisa membuat Arrietty untuk pertama kalinya merona. Gadis itu dan sang ayah memutuskan untuk pergi dan tidak akan pergi ke sana untuk sementara waktu.

 


Menyadari adanya sosok manusia kecil yang selama ini hanya dirinya dengar dan temui di buku, Sho terduduk di atas kasurnya sembari mencari Arrietty kembali. Pemuda itu kembali merasa kesepian. Pertemuan pertama mereka tak sampai di situ, jalan mereka untuk bertemu kembali tidak semudah membalikkan tangan. Sho yang kesepian hanya ingin melihat wujud asli Arrietty sekali lagi, sementara itu untuk bangsa the borrowers, pantang bertemu dengan manusia. Singkat cerita, Sho dan Arrietty kembali bertemu saat terakhir, di mana keluarga gadis itu memutuskan untuk berpindah tempat tinggal akibat tragedi tertangkapnya sang ibu. Sang ayah merasa keluarga kecilnya terancam oleh keberadaan manusia.

 


Sho membantu Arrietty meninggalkan rumah bibinya itu. Di situlah dengan jelas Sho bisa melihat sosok kecil remaja cantik bernama Arrietty yang berdiri di hadapan Sho. Sho tersenyum hangat menatap Arrietty, perpisahan hangat mereka menjadikan bukti bahwa kepercayaan di antara mereka begitu terjalin. Film ini membuat hati saya tersentuh akan singkatnya hubungan pertemanan Sho dan Arrietty. Cerita ini disuguhkan dengan begitu menarik dengan visual yang amat menyegarkan mata. Nilai kehidupan yang cocok untuk ditonton anak-anak karena jalan cerita yang ringan dan tidak terlalu banyak konflik di dalamnya. Studio Ghibli terbaik!

 

Tinker Bell

Sebelum mengenal kelima film menakjubkan di atas, masa kanak-kanak saya dihiasi dengan Tinker Bell, lagi-lagi garapan dari Disney. Dari jaman piyik hingga bertumbuh seperti dinosaurus, saya tetap menonton Tinker Bell. Sayang sekali, produksi terakhir di tahun 2014-2015. Sebagai penggemar berat Tinker Bell, saya yang sudah di usia 23 tahun ini berharap agar ada Tinker Bell terbaru.

Dikisahkan bersamaan dengan tawa manis seorang bayi lucu, terlahirlah sesosok peri. Ratu Clarion dan peri-peri Pixie Hollow gelisah menyambut kedatangannya, sementara itu ratu segera menginterupsikan untuk segera menemukan bakat peri yang baru lahir dari tawa seorang bayi lucu. Peri kecil dengan kedua pipi chubby-nya itu terbangun menatap seluruh peri-peri dengan berbagai bakat yang mereka miliki.

Satu persatu, dirinya temui bakat. Namun, tak ada satupun bakat yang sesuai dengan dirinya. Peri itu kembali sedih, hingga satu bakat mengarah pada dirinya. Sebuah bakat yang hanya datang dari peri-peri berbakat memperbaiki segala sesuatu di Pixie Hollow menggunakan alat-alat khusus dan aneh. Melihat hal gembira itu, ratu Clarion dengan cepat memberikan nama pada peri itu, Tinker Bell. Film pertama yang saya tonton memanglah Tinker Bell. Akar dari pertama kalinya saya bertemu sosok peri yang membuat saya memiliki dunia fantasi jaman kanak-kanak.

Setelah itu saya menonton Tinker Bell and the Lost Treasure, di mana Tink dan keingintahuannya membuatnya tak sengaja memecahkan bola kristal berwarna biru, yang membuat debu Pixie Hollow mengalami kekeringan. Dirinya pergi berkelana mencari barang-barang untuk memperbaiki pecahan batu itu bersama Terence, peri penjaga debu Pixie. Karena season ini, saya jadi minta dibelikan buku journey edisi Tinker Bell and the Lost Treasure yang ada Terence-nya hahaha.

Tinker Bell and the Great Fairy Rescue, season Tink yang bertemu seorang gadis kecil yang memiliki ayah seorang ilmuwan. Gadis bernama Lizzy itu terus meyakini bahwa keberadaan peri itu nyata, hingga akhirnya Tink dengan rasa penasarannya memasuki rumah kecil buatan Lizzy, membuat peri itu terkurung dan tak bisa keluar dari sana. Singkatnya keduanya menjadi lebih dekat untuk beberapa saat. Karena film ini juga, saya jadi ikut menjadi Lizzy hahaha. 

Meletakkan rumah-rumahan saya di antara rerumputan ilalang di dekat gundukan pasir yang sudah saya hiasi jalanan setapak dengan tulisan ‘welcome fairy’. Paginya, rumah itu bergerak, saya sudah begitu gembira, hingga akhirnya saya menemukan diplopoda alias keluwing. Bukannya takut, saya justru kembali membersihkan kegilaan fantasi saya dan membawa rumah-rumahan itu ke dalam kamar. *kecewa ceritanya huahaha jaman saya SD gitu banget ya… mirip Sho anaknya kesepian kalau udah di rumah main sendirian.

Pixie Hollow Games, film ini menceritakan perlombaan antara seluruh peri musim. Ini rekomendasi juga, karena salah satu teman Tinker, yang bernama Rosetta jatuh hati dengan salah satu peri musim dingin. Lucu dan selalu takjub dengan alur yang disuguhkan sih. Jadi lebih banyak mengenal peri-peri dari berbagai musim yang berlomba. Udah gitu ada juga lagi yang cinlok buahahah gimana deh, gemes tapinya. Pada ambis dan saling suportif jujur.

Tinker Bell: Secret of the Wings, ini saya jaman SMP masih nonton Tinker Bell. Salah satu teman saya yang juga penggemar tontonan fantasi itupun berkata bahwa ternyata Tinker Bell memiliki saudari kembar. Mendengar hal itu, sata pulang sekolah saya langsung menonton dan mencari dong. Ternyata benar, Tinker Bell memiliki kembaran tapi kembarannya adalah peri musim dingin. Kok bisa? Soalnya saat seorang bayi lucu tertawa, ada dua bunga yang terbawa terbang. Satunya ke Pixie Hollow peri musim semi, satunya terbang ke perbatasan musim dingin, jadilah peri musim dingin, yang bernama Periwinkle.

The Pirate Fairy, melihat season ini tuh terasa diajak flashback kembali melihat Zarina peri bakat penjaga debu Pixie, seperti gambaran Tinker saat di season kedua, saat Tink memecahkan bola kristal biru. Zarina ini adalah peri yang begitu aktif, dan menyukai petualangan. Zarina dengan keingintahuannya dan juga percobaannya membuatnya melakukan kesalahan yang membuatnya terkena omelan oleh peri lainnya. Mendapatkan hal buruk itu, Zarina merasa bakat dan kemampuan uniknya tak dianggap.

Zarina akhirnya meninggalkan Pixie Hollow dengan membawa beberapa debu Pixie, yang telah dirinya ramu sehingga membuat debu itu berwarna sesuai bakat para peri di musim semi. Hingga akhirnya, dirinya bertemu perompak yang membuatnya menjadi captain kapal. Tak lama, niat buruk perompak yang ingin menemukan debu Pixie diketahui oleh Tinker dan teman-teman perinya saat ingin menyelamatkan Zarina.

Tinker Bell and the Legend of the Neverbeast, tontonan terakhir saya di usia 14 tahun saya, jaman SMP. Di awali dengan Fawn peri bakat hewan yang menemukan makhluk aneh yang dirinya namai Gruff. Di sini season-nya seru, kenapa? Soalnya kita bisa berkenalan dengan peri baru lagi, peri pramuka ambisius bernama Nyx. Fawn ini teman Tink yang bisa dibilang anaknya tuh young, wild, and free binti yolo. Udah gitu memang pembawaan Fawn sebagai pecinta binatang selalu mencolok gitu. Sedih saat dirinya harus berpisah dengan Gruff.

 

*Buku*

When Marnie Was There

Di balik pembelian buku ini, ada sebuah rasa kagum dan suka yang mendalam dari karya Joan G. Robinson dari lubuk hati saya. Efek yang diberikan dari film garapan studio ghibli membuat saya ingin memiliki bukunya. Saya mencari dibanyaknya bookstore, hingga saya menemukan buku When Marnie Was There. Isinya tidak jauh berbeda dengan filmnya sih. Cuman memang ada beberapa alur yang seperti di singkat dan ditukar posisinya. Ya begitulah. Saya menamatkan buku ini sekitar 3 hari, dan benar-benar berkesan saat membaca pesan dari anak Joan di belakang bukunya.

Katanya, Joan terinspirasi dari sosok dua gadis kecil yang sedang bermain di rumah rawa di Norfolk, saat Joan berlibur. Jadi, sosok kedua itu nyata? Sepertinya begitu. Jujur, setelah membaca bukunya, saya kembali lebih menangis. Karena saya bisa lebih menggambarkan emosional di dalamnya. Saya jadi penasaran dengan rumah rawa di Norfolk yang menjadi inspirasi Joan pada novel ini.


Novel ini memberikan pelajaran bagaimana pentingnya hubungan antarmanusia dalam membentuk kehidupan serta pertumbuhan pribadi manusia. Saya semakin jatuh cinta dengan karya Joan, karena dirinya menyisipkan seluruh ceritanya untuk anak-anak perempuan yang merasa tidak dicintai *so deep. Kerinduan Anna yang melampaui koneksi waktu dengan Marnie, membuat cerita ini menggambarkan betapa kehadiran singkat Marnie bisa berdampak dalam kehidupan Anna. *syedih ahhh sudah berkaca-kaca. Memang semengesankan itu bagi saya When Marnie Was There ini.

 

Into The Magic Shop

Sebelum adanya Marnie, saya pertama kali bertemu dengan Jim. Buku yang membuat saya memutuskan untuk saya bedah selama 6 bulan, dan menjadikan buku ini sebuah bahan final paper saya. Saya berterima kasih pada buku ini, karenanya saya bisa belajar dan menemukan hidup seperti Jim. Karya dari James R. Doty, ini bercerita tentang perjalanan masa hidupnya. Jim adalah nama kecil dari James. James sendiri adalah seorang ahli bedah saraf terkenal di Universitas Stanford, Pusat Penelitian dan Pendidikan Welas Asih dan Altruisme, pengusaha, dan direktur pendiri CCARE.

Cerita ini dimulai, saat Jim muda terlahir di keluarga yang miskin dan kacau, hingga dirinya bisa membuktikan dengan kekuatan otak dan hati, bisa membawanya menjadi seorang Neurosurgeon. Jim dengan masa kecilnya yang begitu sulit, selalu menyukai sulap. Hingga dirinya bertemu dengan Ruth, seorang wanita yang memiliki toko Cactus Rabbit Magic. Di sanalah awal mula kehidupannya mulai membaik. Ruth mengajarkan banyak trik sederhana yang hampir semua orang sulit melakukannya. Butuh kedamaian hati serta konsentrasi penuh.

Cerita nyata ini membuat saya takjub dan kembali menjadikan salah satu buku koleksi saya yang terfavorit. Buku dan cerita di dalamnya telah menyelamatkan saya, menuntun saya untuk mengambil jalan yang tepat saat masa-masa buruk saya menimpa. Fokus saya saat itu mengenai struktur kepribadian manusia, dan saya memilih Jim untuk saya bedah. Dari hasil itu, saya jadi yakin Jim dari dulu selalu menjadi sosok manusia yang bisa menjadi seseorang dengan hati yang begitu welas asih. Ditambah dirinya adalah sosok dokter bedah saraf yang begitu peduli. Saya sangat mengidolakan sosok James R. Doty dengan kemampuan luar biasanya, yang telah menyelamatkan Jim kecil dan sekarang James menjadi seseorang yang begitu dermawan, baik dengan keluarganya, maupun seluruh pasiennya. 

Saya belum pernah menemukan dokter sebaik James dengan para pasien. Mendengarkan keluh penyakit mereka bukan sebagai dokter dan pasien, melainkan sebagai manusia dengan hati seluas samudra dan pikiran yang begitu terbuka seluas semesta. Jika saya menjadi seorang dokter, saya akan mengikuti jejaknya. Menjadi dokter yang bisa merangkul seluruh pasien. Bukan hanya mengobati penyakitnya, tapi luka yang selama ini para pasien rasakan. Mendengarkan mereka bercerita melihat kematian dengan gambaran yang terbuka. Jujur, bikin saya terharu. Betapa tulus dan dermawannya sosok James R. Doty ini. Berharap banyak dokter memiliki jiwa seperti James.

 

Life Lesson

Yang terakhir, tapi tidak yang terakhir. Buku yang beberapa bulan telah saya baca ‘Life Lesson’. awalnya penasaran karena Yoongi juga membaca dan menyukai buku ini. Jadi pensaran dong ya, apa yang membuat Yoongi saya jadi membaca buku karya dua psikolog bernama Elizabeth Kübler-Ross dan David Kessler. Saya suka membaca buku, tapi tidak semua buku bisa menjadi favorit saya dan saya beli.


Saya jadi tahu darimana letak hati luas seorang Min Yoongi. Pria itu membuat saya membeli buku yang dirinya baca. Saya jadi tahu kehidupan, kematian. Memandang kehidupan dari sisi yang lain tidak membuat kita harus berkecil hati. Terlihat berbeda tidak membuat kita buruk. Pikiran negatif yang sering kita hindari, akan bisa kita terima. Kita hanya perlu waktu dan mereda. Buku ini banyak memberikan cerita-cerita singkat dari para pasien dari berbagai kalangan, dan permasalahan hidup mereka. 

Elizabeth banyak mewawancari ratusan orang yang diambang kematian. Saat seseorang dipertemukan dengan kematian, di sanalah mereka memandang kehidupan dengan cara yang berbeda. Mereka menjadi memiliki keinginan untuk mempelajari dan melakukan sesuatu supaya hidupnya lebih bermakna. Apakah harus menunggu ajal terlebih dahulu untuk menemukan kehidupan lebih bermakna? 

Di buku ini banyak membahas tentang cinta, kehilangan, kekuatan, rasa bersalah, ketakutan, amarah, kebahagiaan, dan kematian. Saya bersyukur sekali di usia saya yang masih terbilang muda, saya bisa menemukan buku luar biasa ini. Sejujurnya, isinya tidak begitu berat, permasalahan dan kehidupan sehari-hari yang sering kita temui, bahkan kita sendiri yang mengalaminya.

Pikiran negatif yang akan menjadi positif, pandangan yang lebih bermakna tentang kehidupan. Intinya, setelah membaca buku ini, saya jadi manusia yang lebih memilih untuk hidup sederhana dengan ketulusan, kebaikan, mendapatkan dan memberikan hidup yang layak dalam kehidupan. Seperti tulisan singkat di buku Life Lesson ‘How Our Mortality Can Teach Us About Life and Living.’


Ogheyyyy, gimana? Panjang x lebar bukan pembahasan kali ini fufufu. Tadinya sih gak mau nulis panjang, tapi tiba-tiba ngalir deras aja. Semoga one day one post topik kali ini bisa memberikan manfaat teman-teman untuk terus membaca postingan saya huehehehe. Sampai jumpa di tanggal 26 *tanggal kesukaan saya.

 


Sincerely with love,

 

RB. Senandika



Komentar

  1. Saya juga suka maleficent kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. setelah menonton Maleficent, saya lebih suka karakternya di film daripada di cartoon

      Hapus
  2. Menarik sekali film2 studio ghibli, ak yg blm pernah ntn jd penasaran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bagus-bagus semua. Ceritanya selalu fresh dan alurnya selalu the best. nontonn kak rekomen sihhh

      Hapus
  3. Bener bener rekomendasi ini mah, banyak bangetttt

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Little Facts About ME!

Mengenal Empat Karakter Tokoh Yang Sering Tersorot Dalam Novel 'Early Season For ME' by R.Bea Senandika

5 Producer Kpop Yang Mendapatkan Perfect All Kill